Rabu, 02 Juli 2008

Ketika Di Angkot Itu….

Asikkk… awal bulan datang lagi euy…hilang deh penyakit akhir bulan seperti pusing yg disertai mula-mual. Seperti biasa juga seksi konsumsi di rumah sudah berteriak “Udah pada habis!” iya tepat pernak-pernik kebutuhan hidup sudah pada habis!
Pada hari Sabtu tengah hari kami berniat mengunjungi pasar swalayan di pusat kota Surabaya untuk belanja. Kali ini saya dan istri saya memutuskan pergi tanpa motor karena pengalaman bulan kemarin kita bertiga dgn si kecil imut Muthia melakukan aksi akrobatik sepanjang jalan. “Kapok deh!” belanja bawa motor ribet abis. “Kanan-kiri penuh belanjaan, mau belok susah, mau lihat belakang ketutup plastik putih, udah percaya deh! ribet banget pokoknya!”…maka kami putuskan menggunakan jasa angkot.
Berdalih pengen aman dan nyaman ternyata saya salah, justru itulah awal dari bencana nasional ini terjadi. Diawali dgn cuaca panas menyengat ditambah lagi dgn angkotnya yg penuh sesak, “aduh! komplit dah….tapi tak apalah namanya juga angkot, kalo mau adem mah naik pesawat” kata hati menghibur.
Mulanya kami yg ada di dalam angkot tentram sentosa kadangkala menebarkan sedikit senyuman dan menampilkan mimik wajah yg ramah antar penumpang satu sama lain, tapi suasana ini berubah total 180 derajat setelah kita semua mencium bau yg sangat familiar di hidung kami. Benar! bau yg sepantasnya kita cium di WC ini semakin menyengat, tatapan mata seluruh penumpang yg tadinya ramah sekarang menjadi tatapan penuh curiga. Kira-kira tatapannya mengatakan “Siapa nih buang kentut, gak kira2 habis makan apaan sih…bangkai?” kira2 begitulah tatapan mereka.
Sembari menunggu bau berlalu saya mengamati kira2 siapa yaa yg menjadi biang kerok semua ini. Dengan mengunakan ilmu “maksa” paduan bau dan bentuk muka. Ternyata suspect utama saya jatuh pada lelaki separuh baya yg duduknya nomer dua sebelah kiri istri saya, dgn kulit hitam legam dan berpotongan rambut gaya gondes (gondrong ndeso) dapat dipastikan dialah orangnya, tapi ada jg sih…suspect lain yaitu mbak2 gendut yg duduk dipojokan dekat jendela belakang tapi dugaan saya gugurkan karena si mbak2 ini menjijing tas bergambar logo kesebelasan Intermilan. “Iya tho sesama Tifosi Internisti dilarang saling menuduh.” Hehehe subjectif banget sih…
Berhubung saya tidak mempunyai bukti yg kuat dan masih memegang asas praduga tak bersalah, saya harus puas membatin “Siap sih pelaku sebenarnya yg menyebarkan bau yg tidak ramah lingkungan ini?”
Akhirnya kami sekeluarga dapat menghirup udara segar setelah kami sampe ditujuan, terlebih lagi si kecil Muthia kelojotan sepanjang jalan, kini dia dapat tersenyum lebar.
Biarlah ku pendam rasa penasaran ini bersama misteriusnya bau tadi.