Kamis, 28 Februari 2008

PADI dan KAPAS


Pertanyaa besar saya adalah : “Mengapa sih gambar padi-kapas selalu menjadi gambar favorit atau gambar wajib di setiap logo khususnya instansi pemerintahan?”
“Apakah gak ada gambar lain?” “Semuanya kok kompakan selalu bikin logo yg ada padi-kapasnya entah itu ditengah, disamping, dibawah ,diatas pokoknya maksa harus ada padi-kapasnya.
”Memang! gambar padi dan kapas ini konon kabarnya mempunyai nilai filosofis yang dahsat yaitu kemakmuran dan kesejateraan yg mana jargon ini lebih dikenal pada saat orde baru. “Tapi ya mohon dong masa’ setiap kali bikin logo suatu instansi atau departemen pemerintahan pasti ada aja padi-kapasnya.” Kalo hanya ngejar filosofis kemakmuran dan kesejateraan apa harus bergambar padi-kapas?? Kalo boleh saya beri contohnya misalnya gambarin aja seorang taipan yg duduk diatas mobil Audi seri terbaru sambil memeluk dua gadis cantik yg berambut pirang berlatarbelakang mension mewah lengkap dgn kolam renangnya yg berbentuk hati….”tuh kan nyampe banget maksudnya yaitu kesejateraan dan kemakmuran selain padi kapas.”
Hehehe…intinya sih yaa lihat kondisi ajalah kira2 logo yg pantas pake padi-kapas ya pake padi-kapas tapi yg kira-kira gak pantes pake padi-kapas jgn maksa, jgn coba2 ikut tren logo bergambar padi-kapas entar malah gak nyampe maksud dan visi misi instansi tersebut.
Taruh saja PSSI padi-kapasnya berfilosofi apa?? Pemainnya yg makmur atau pengurusnya yg makmur atau para penonton yg setelah nonton bola langsung makmur?? “Kalo bukan semuanya jadi apa donk maksudnya?” Begitu jg Lembaga Permasyarakatan pake logo bergambar padi-kapas, mendingan pake logo orang yg lagi jingkrak-jingrak kegirangan sembari keluar dari sel tahanan karena masa tahanannya habis dan dia dengan setulus hati berjanji tidak akan kembali lagi.
Kini saya jg lagi sibuk mencari ide untuk logo2 seperti depkeu, depdagri, atau dep-dep lainnya yg masih menggunakan gambar padi-kapas.
Ada yg bisa Bantu???

Selasa, 26 Februari 2008

Dangdut Kampung From Within


“Bang Toyib… Bang Toyib…
Mengapa tak pulang-pulang
Anakmu-anakmu panggil-panggil namamu
3x puasa, 3x lebaran
Abang tak pulang-pulang
Sepucuk surat pun tak datang…”

Kurang lebih seperti itulah syair lagu dangdut yg saya dengarkan dari sebuah tape tetangga dgn vol.maximal dan setting trible-bass-nya yg masih terdengar tidak sinkron.
Pagi itu saya mendadak bangun dgn muka pucat pasih seperti orang yg baru saja melihat Pamela Anderson di gendong setan, “Betapa tidak lah wong saya lagi enak-enaknya tidur langsung saja bangun tanpa proses.”
“…Duh ada apa lagi si doi tetangga sebelah itu…” gumel di hati.
“Dapat Togelkah? Kok hari ini dia ceria banget.”
Belom sempat tangan ini menggucek mata, pertanyaan muncul dalam hati “Mengapa sih kok lagu dangdut dikategorikan selera musik kelas II.”
“Apakah karena cara mendengarkannya norok seperti yg tetangga saya lakukan tadi?
Ah gak juga, nyetel musik dangndut dgn vol. Minim pun kita masih saja dianggap orang norok.”
Sambil merenung menenangkan diri karena bangun dgn cara tidak wajar, saya menarik kesimpulan ternyata yang membuat lagu dangdut menjadi lagu kelas II tak lain tak bukan adalah lagu dangdut itu sendiri.
Coba deh amati syair2 lagu dangdut, untuk pemberian nama seseorang atau profesi seseorang selalu menggunakan nama2 dan profesi yg kurang popular.
“Bang Toyib, Mas Joko, Bang Samiun, Mas Sami’an yg selalu kita dengar di setiap syair lagu dangdut…coba diganti dgn nama yg lebih popular seperti Bang Jansen atau Mas Stevie atau Mas chirstopher atau apalah yg kira2 nama itu bisa mengangkat derajat lagu dangdut.”
Begitu juga dengan profesi seseorang “Mandor, Kuli, Mbah Dukun…kalo bisa diganti donk dgn profesi yg lebih manusiawi seperti Bang civil engineering, Mas Arsitek atau Mbah Metafisika mungkin akan merubah sedikit nasib musik dangdut sekarang ini. Minimal derajatnya naik satu strata ke kelas menengah.
“Memang mula2 kedengerannya aneh di syairnya tapi jgn khawatir hal ini terjadi hanya beberapa saat saja karena belom terbiasa, entar kalo udah terbiasa asik juga kok.”

“Bang Christopher… Bang Christopher…
Mengapa tak pulang-pulang
Anakmu-anakmu panggil-panggil namamu
3x puasa, 3x lebaran…”

Gak anehkan syairnya…coba deh yg hafal lagunya nyayikan dgn lengkap dgn menggunakan nama2 yg popular.
-Selamat mencoba-

Senin, 25 Februari 2008

Polisi Tidur

“Benar sekali!” Polisi tidur yg saya maksud adalah istilah. Polisi ini selalu kita temui di gang-gang di setiap sudut jalanan di Surabaya. Tapi makin lama makin menjengkelkan ulah si Polisi yg satu ini, mengapa tidak, dia tiduran udah tidak pake aturan lagi. Jarak mereka tidur sangat rapat antara polisi yg satu dgn yg lain, bantal yg mereka gunakan jg kelewatan tinggi.
“Yang saya tidak habis pikir, mengapa sih! kok bikin polisi tidur sedemikian brutalnya?”
seakan-akan mereka yg membuat menyampaikan pesan.
“Hey lu-lu pada jangan lewat sini donk!”
kalo memang benar seperti itu jgn dibuatin polisi tidur! nanggung tuh, sekalian aja ditembok cor beton 5M trus di atasnya diberi pecahan kaca dan kawat berduri yg dialiri listrik tegangan tinggi. “Dijamin! jangankan motor atau mobil, semut pun gak akan lewat situ.”
Saya setuju kalo polisi tidur ini digunakan untuk sarana perlindungan dini dari ancaman pembalap-pembalap lokal yg tak tahu diri. “Tapi mbok yoo hoo mbikinya diatur.”
Dihitung dulu sudut kemiringannya, lebar lengkungannya atau tinggi permukaannya diatas permukaan aspal. Kalo gak bisa ngitung di kira-kira saja kalo ada ibu-ibu hamil yg lewat situ gak akan lahir premature. Kasihan jg yg punya motor butut keluaran tahun abad pertengahan bisa-bisa itu motor tinggal stang-nya doank nyampe di ujung gang.
Fungsi awal dari polisi tidur sepertinya sudah tergradasi. Fungsi yg dulunya hanya untuk memperlambat laju kendaraan, kini sudah berubah fungsinya antara lain berfungsi sebagai alat terapi kejut.
Jadi tolong donk kepada pihak-pihak tertentu seperti Pemda, Walikota,Bupati, RT/RW, tokoh spiritual, tokoh masyarakat, Hansip, Mas Gentolet (Preman di kampung sebelah), atau para sesepuh yg dituakan mohon memberikan petunjuknya dan bimbingannya dalam pembuatan polisi tidur ini, mengingat tiap tahun selalu terjadi peningkatan ketingginya.